mekanisme kerja obat



Mekanisme Kerja Obat

Efek kerja obat terjadi karena adanya interaksi fisika-kimiawi antara obat atau metabolit aktif dengan reseptor atau bagian tertentu dari tubuh. obat tidak dapat mengkreasi fungsi baru dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi hanya dapat menambah atau mempengaruhi fungsi dan proses fisiologi.

untuk dapat mencapai tempat kerjanya, banyak proses yang harus dilalui oleh obat. proses itu terdiri dari 3 proses, yaitu fase Farmasetik, fase Farmakokinetik, dan fase Farmakodinamik.
fase farmasetika adalah sebuah fase yang dipengaruhi antara lain oleh cara pembuatan obat, bentuk sediaan obat, dan zat tambahan yang digunakan. fase ini akan menentukan banyaknya obat yang diabsorbsi masuk ke sirkulasi sistemik.
fase farmakokinetik, selain dipengaruhi oleh sifat kimia-fisika obat (zat aktif) juga dipengaruhi oleh sifat fisiologi tubuh dan rute pemberian obat. obat yang masuk ke pembuluh darah tanpa melalui proses adsorbsi akan cepat menimbulkan efek karena obat dapat langsung di distribusikan.
fase farmakodinamik menjelaskan interaksi obat dengan reseptornya dalam menimbulkan efek. atau mempelajari fase pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. fase ini dipengaruhi oleh struktur kimia obat, jumlah obat yang sampai pada reseptor, dan afinitas obat terhadap reseptor dan sifat ikatan antara obat dengan reseptornya.

A. Fase Farmasetik
Sediaan obat yang banyak dipakai adalah sediaan padat dan sediaan cair. sediaan padat misalnya tablet dan kapsul, sediaan cair misalnya larutan, sirup atau linimen. obat untuk dapat diadsorbsi harus dapat melarut dalam tempat adsorbsinya. jadi obat dalam bentuk tablet untuk dapat diadsorbsi harus mengalami proses-proses seperti pecah (terdegradasi) menjadi granul, lalu granul-granul tersebut terpecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lagi, selanjutnya akan terjadi pelepasan zat aktif dari zat pembawa (tambahan), berikutnya zat aktif tersebut akan terdisolusi (larut) dan di adsorbsi.
sediaan obat yang cepat larut, secara teoritis akan leboih cepat diadsorbsi dan cepat menimbulkan efek atau onsetnya relatif pendek. secara urutan pada kecepatan melarut atau kecepatan adsorbsi dari beberapa sediaan obat adalah sebagai berikut:
Larutan > Suspensi > Serbuk > Kapsul > Tablet > Tablet Salut.

B. Fase Farmakokinetik
farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari adsorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME) obat dari dalam tubuh. setiap obat mempunyai karakteristik masing-masing berkaitan dengan ADMEnya. ADME akan menentukan kadar obat dalam reseptornya sehingga akan menentukan timbulnya efek farmakologi atau efek toksiknya.
1. Adsorpsi
proses masuknya obat dari tempat obat kedalam sirkulasi sistemik (pembuluh darah). kecepatan adsorpsi suatu obat tergantung dari kecepatan obat melarut pada tempat adsorpsi, derajad ionisasi, pH tempat adsorpsi, dan sirkulasi darah di tempat obat melarut.

a. kelarutan
untuk dapat diadsorpsi, obat harus dapat melarut atau dalam bentuk yang sudah terlarut. sehingga kecepatan melarut dari suatu obat akan sangat menentukan kecepatan adsorpsi. untuk itu ketika meminum sediaan obat yang berbentuk padat harus ditambahkan dengan cairan agar dapat menambah percepatan kelarutan obat.
b. pH
pH adalah derajat keasaman atau kebasaan jika zat berada dalam bentuk larutan. obat yang terlarut dapat berupa ion ataupun non ion. bentuk ion relatif lebih mudah larut dalam lemak sehingga lebih mudah menembus membran, karena sebagian besar membran sel tersusun dari lemak.
kecepatan obat menembus membran dipengaruhi oleh pH obat dalam larutan dan pH lingkungan obat berada.
c. tempat adsorpsi
obat dapat di adsorpsi pada berbagai tempat, misalnya di kulit, membran mukosa, lambung  dan usus halus. namun demikian , untuk obat oral adsorpsinya banyak berlangsung di usus halus karena paling luas permukaannya. begitu pula pada obat yang diberikan melalui inhalasi diadsorpsi begitu cepat pada ephitelium paru-paru karena permukaannya paling luas.
kecepatan adsorpsi berbanding lurus dengan luas membran dan berbanding terbalik dengan tebal membran.
d. sirkulasi darah
obat umumnya diberikan pada daerah yang kaya akan sirkulasi darah (vaskularisasi). misalnya pemberian melalui sublingual akan cepat di adsorpsi jika dibandingkan melalui sub kutan. aliran darah secara keseluruhan juga berpengaruh pada adsorpsi obat. sebagai contoh, obat yang diberikan pada pasien yang tidak sadarkan diri, adsorpsinya akan melambat atau bahkan tidak konstan. oleh karena itu pemberian melalui Injeksi Vena lebih dipilih untuk pasien yang tidak sadar atau dalam keadaan darurat.


2. distribusi
distribusi adalah penyebaran obat dari pembuluh darah ke jaringan atau menuju ke tempat kerja obat tersebut. kecepatan distribusi obat dipengaruhi oleh permeabilitas membran kapiler terhadap kapiler obat. karena membran kapiler kebanyakan terdiri dari lemak, obat yang mudah larut dalam lemak juga akan mudah terdistribusi. faktor lain yang mempengaruhi distribusi adalah fungsi kardiovaskuler, ikatan obat dengan protein plasma dan adanya hambatan fisiologi tertentu, seperti abses atau kanker.

3. metabolisme
suatu perubahan zat kimia dalam jaringan biologi yang dikatalisis oleh enzim menjadi metabolitnya. jumlah obat dalam tubuh dapat berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi. hati merupakan organ utama tempat metabolisme obat. ginjal tidak akan efektif mengekskresi obat yang bersifat lipofil karena mereka akan mengalami reabsorpsi di tubulus setelah mengalami filtrasi glomerulus.

4. ekskresi
ginjal adalah organ utama yang berperan dalam ekskresi obat atau metabolitnya. tempat ekskresi lainnya adalah intestinal (melalui feses), paru-paru, kulit, keringat, air liur dan air susu. waktu paruh adalah waktu yang diperlukan sehingga kadar obat dalam darah atau jumlah obat dalam tubuh tinggal separuhnya.
obat yang mempunyai waktu paruh nya panjang umumnya memiliki frekuensi pemakaian yang relatif panjang, karena durasi obat relatif panjang. perlambatan eliminasi obat dapat disebabkan gangguan hepar atau ginjal sehingga memperpanjang waktu paruhnya. oleh karena itu, pada kebanyakan obat dosisnya akan dikurangi kalau pasien mengalami gangguan hepar dan ginjal.

C. fase Farmakodinamik
farmakodinamik mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. kebanyakan obat bekerja melalui salah 1 dari proses berikut, yaitu:
1. berinteraksi dengan reseptor
obat berinteraksi dengan bagian dari sel, ribosom atau tempat lain yang sering disebut sebagai reseptor. semakin banyak reseptor yang didudiki atau bereaksi maka intensitas efek akan meningkat.

2. berinteraksi dengan Enzim
banyak obat yang menimbulkan efek karena mengikat atau memperbanyak enzim yang dikeluarkan oleh tubuh. misalnya, obat kolinergik mengikat enzim asetilkolin esterase dan obat diabetus milites tertentu memperbanyak sekresi insulin.

3. kerja non spesifik
banyak obat yang dapat menimbulkan efek tanpa mengikat reseptor atau bahkan tidak punya reseptor, ini disebut kerja non spesifik. cara kerja seperti ini bersifat umum, misalnya, Na-Bikarbonat merubah pH cairan tubuh, alkohol mendenaturasi protein dan norit mengikat toksin, zat racun atau bakteri.

D. Faktor yang mempengaruhi efek obat:
-ADME
-Usia
-Berat Badan
-Genetika
-Jalur pemberian
-Saat pemberian
-Emosional/placebo
-Patologi
-Riwayat pemakaian obat
-Toleransi
-Akumulasi
-Interaksi, dan
-Cara pembuatan

PENGELOMPOKAN DAN PENGENALAN GOLONGAN ANTIBIOTIK
Untuk kepentingan praktis pengobatan, antibiotika dapat digolongkan sebagai berikut :
1.      Antibiotika Golongan Aminoglikosid
Antibiotika golongan aminoglikosid bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri. Aminoglikosid merupakan senyawa yang terdiri dari 2 atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat ikatan glikosidik pada inti heksosa. Aminoglikosid merupakan produk streptomises atau fungus lainnya. Seperti Streptomyces griseus untuk Streptomisin, Streptomyses fradiae untuk Neomisin, Streptomyces kanamyceticus untuk Kanamisin, Streptomyces tenebrarius untuk Tobramisin, Micromomospora purpures untuk Gentamisin dan Asilasi kanamisin A untuk Amikasin. Aminoglikosid dari sejarahnya digunakan untuk bakteri gram negatif. Aminoglikosid pertama yang ditemukan adalah Streptomisin. Antibiotika lain untuk bakteri gram negatif adalah golongan Sefalosporin generasi 3 yang lebih aman, akan tetapi karena harganya masih mahal banyak dipakai golongan Aminoglikosid. Aktivitas bakteri Aminoglikosid dari Gentamisin, Tobramisin, Kanamisin, Netilmisin dan Amikasin terutama tertuju pada basil gram negatif yang aerobic (yang hidup dengan oksigen). Masalah resistensi merupakan kesulitan utama dalam penggunaan Streptomisin secara kronik misalnya pada terapi Tuberkulosis atau endokarditis bakterial subakut. Resistensi terhadap Streptomisin dapat cepat terjadi, sedangkan resistensi terhadap Aminoglikosid lainnya terjadi lebih berangsur-angsur.
2.      Antibiotika Golongan Sefalosforin
Bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri. Sefalosporin termasuk golongan antibiotika betalaktam. Seperti antibiotik betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin yang aktif terhadap kuman gram positif diantaranya sefalotin, sefaleksin, sefazolin, serta sefradin. Kelompok yang aktif terhadap kuman gram negative seperti sefaklor, sefamandol, mokasalatam, sefotaksim, dan sefoksitin.
3.      Antibiotika Golongan Kloramfenikol
Bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri yang diisolasikan pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950 diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Efek antimikroba dalam Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Efek toksis Kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik/darah dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja Kloramfenikol. Kloramfenikol digunakan untuk mengatasi H.influenzae dan S. thypi karena bersifat toksit terhadap sumsum tulang.
4.      Antibiotika Golongan Makrolida
Bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri. Antibiotika golongan Makrolida mempunyai persamaan yaitu terdapatnya cincin lakton yang besarnya dalam rumus molekulnya. Golongan Makrolida menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversibel dengan ribosom, dan bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari jenis kuman dan kadar obat Makrolida. Sekarang ini antibiotika Makrolida yang beredar di pasaran obat Indonesia adalah Eritomisin, Spiramisin, Roksitromisin, Klaritromisin dan Azithromisin. Eritromisin banyak digunakan untuk menyembuhkan penyakit legionnaires dan infeksi pneumonia atipik.
5.      Antibiotika Golongan Penisilin
Bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan. Penisilin merupakan kelompok antibiotika Beta Laktam yang telah lama dikenal. Penisilin yang digunakan dalam pengobatan terbagi dalam Penisilin alam dan Penisilin semisintetik. Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara mengubah struktur kimia Penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti Penisilin.
a.       Aktivitas dan Mekanisme Kerja Penisilin
Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, Penisilin akan menghasilkan efek bakterisid (membunuh kuman) pada mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam keadaan metabolik tidak aktif (tidak membelah) praktis tidak dipengaruhi oleh Penisilin, kalaupun ada pengaruhnya hanya bakteriostatik (menghambat perkembangan).
b.      Efek Samping Penisilin
1)      Reaksi hipersensitif, mulai ruam dan gatal sampai serum sickness dan reaksi alergi sistemik yang serius
2)      Nyeri tenggorokan atau lidah, lidah terasa berbulu lembut, muntah, diare
3)      Mudah marah, halusinasi, kejang
6.      Antibiotika Golongan Beta Laktam
Bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.
7.      Antibiotika Golongan Kuinolon
Bekerja dengan menghambat satu atau lebih enzim topoisomerase yang bersifat esensial untuk replikasi dan transkripsi DNA bakteri. Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika golongan Kuinolon lama yang dipasarkan sekitar tahun 1960. Penggunaan obat Kuinolon lama ini terbatas sebagai antiseptik saluran kemih saja. Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon ). Perubahan struktur ini secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat.
Golongan Kuinolon ini digunakan untuk infeksi sistemik. Yang termasuk golongan ini antara lain adalah Spirofloksasin, Ofloksasin, Moksifloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Sparfloksasin, Lornefloksasin, Flerofloksasin dan Gatifloksasin.
a.       Mekanisme Kerja Kuinolon
Pada saat perkembangbiakan kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah. Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase. Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.
8.      Antibiotika Golongan Tetrasiklin
Bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri. Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan antibiotika penting. Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari Klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies Streptomyces lain.
a.       Mekanisme Kerja Tetrasiklin
Golongan Tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Golongan Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transportasi aktif. Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin berikatan dengan ribosom dan menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak.
Pada umumnya efek antimikroba golongan Tetrasiklin, namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivat terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi antibiotika Tetrasiklin.
9.      Kombinasi Antimikroba
Karena kerja dari dua antimikroba Trimetropim dan Sulfametoksazol dalam menghambat reaksi enzimatik obligat berurutan sehingga kombinasi antimikroba ini memberikan efek sinergi. Kombinasi ini lebih dikenal dengan nama Kotrimoksazol.
Aktivitas kombinasi antimikroba Kotrimoksazol berdasarkan atas kerjanya pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat. Sulfometoksazol menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekul asam folat dan trimetropim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Trimetropim menghambat enzim Dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat selektif. Hal ini penting, karena enzim tersebut juga terdapat pada sel manusia.
10.  Antibiotika Golongan Lain
Antiobiotika golongan lain yang ada di Indonesia adalah klindamisin, metronidazol, colistin, tinidazol, fosfomycin, teicoplanin, vancomycin dan linezolid.
a.       Klindamisin
Digunakan untuk infeksi bakteri anaerob. Seperti infeksi pada saluran nafas, septikemia, dan peritonitis. Untuk pasien yang sensitif terhadap penisilin Klindamisin juga dapat digunkan untuk infeksi bakteri aerobik. Klindamisin juga dapat digunakan untuk infeksi pada tulang yang disebabkan staphylococcus aureus. Sediaan topikalnya dalam bentuk Klindamisin posfat digunkan untuk jerawat yang parah.
Klindamisin efektif untuk infeksi yang disebabkan mikroba sebagai berikut:
-            Bakteri aerobik gram positif seperti golongan Staphylococus dan Streptococus (pneumococcus)
-            Bakteri anaerobik gram negatif termasuk golongan Batericoides dan Fusobacterium
b.      Metronidazol
Metronidazol efektif untuk bakteri anaerob dan protozoa yang sensitif karena beberapa organisme memiliki kemampuan untuk mengurangi bentuk aktif metronidazol di dalam selnya. Secara sistemik metronidazol digunakan untuk infeksi anaerobik, trikomonasis, amubiasis, lambiasis dan amubiasis hati.
c.       Colistin
Colistin digunakan dalam bentuk sulfat atau kompleks sulfomethyl, colistimetate. Tablet Colistin sulfat digunakan untuk mengobati infeksi usus atau untuk menekan flora di kolon. Colistin sulfat juga digunakan dalam bentuk krim kulit, bubuk dan tetes mata. Colistimethat digunakan untuk sedian parenteral dan dalam bentuk aerosol untuk pengobatan infeksi paru-paru.
d.      Tinidazol
Tinidazol merupakan kelompok antibiotika azol. Mekanisme kerjanya dengan cara masuk ke dalam sel mikroba dan berikatan dengan DNA. Dengan cara ini mikroba tidak dapat berkembang biak. Tinidazol adalah antibiotika khusus yang digunakan untuk menghentikan penyebaran bakteri anaerob. Bakteri ini biasanya menginfeksi lambung, tulang, otak dan paru-paru.
e.       Teicoplanin
Teicoplanin merupakan kelompok antibiotika dari glikopeptida. Bakteri memiliki dinding sel luar yang dipertahankan oleh molekul peptidoglikan. Dinding sel sangat vital untuk mempertahankan pada lingkungan normal di dalam tubuh di mana bakteri hidup. Teicoplanin bekerja dengan mengunci formasi dari peptidoglikan. Dengan cara tersebut dinding bakteri menjadi lemah sehingga bakteri mati. Teicoplanin digunakan untuk infeksi serius pada hati dan darah. Teicoplanin tidak dapat diserap di lambung sehingga hanya diberikan dengan cara infus atau injeksi.
f.       Vancomycin
Vancomycin bekerja dengan membunuh atau menghentikan perkembangan bakteri. Vancomycin digunakan untuk mengobati infeksi pada beberapa bagian tubuh. Kadangkala digabung dengan antibiotika lain. Vancomycin juga digunakan untuk penderita dengan gangguan hati atau prosthetic (artificial) hati yang alergi dengan penisilin. Dengan kondisi khusus, antibiotika ini juga dapat digunakan untuk mencegah endocarditis pada pasien yang telah melakukan operasi gigi atau operasi saluran nafas atas (hidung atau tenggorokan).
Vancomycin diberikan dalam bentuk injeksi untuk infeksi serius kalau obat lain tidak berguna. Walaupun demikian, obat ini dapat menimbulkan beberapa efek samping yang serius, termasuk merusak pendengaran dan ginjal. Efek samping ini akan sering terjadi pada pasien yang berumur lanjut.
g.      Linezolid
Linezolid digunakan untuk mengobati infeksi termasuk pneumonia,infeksi saluran kemih dan infeksi pada kulit dan darah. Linezolid termasuk golongan antibiotika oxazolidinon.Cara kerja dengan menghentikan perkembang biakan bakteri.
11.  Golongan Linkosamid
Golongan ini kadang digunakan sebagai pelengkap dalam mengatasi kuman yang tahan terhadap penisilin.
12.  Golongan Polipeptida
Golongan polipeptida dikenal aktif terhadap bakteri gram negative seperti pseudomonas. Golongan ini diantaranya terdiri dari polimiksin, A, B, C, D, E.
13.  Golongan Antimikobakterium
Banyak digunakan untuk melawan mikobakterium. Diantaranya yang termasuk dalam golongan ini adalah etambutol, dapson, streptomisin, INH, dan rifampisin, yang dikenal untuk menyembuhkan TBC dan penyakit lepra


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

grantusif

GRANTUSIF 1.       KOMPOSISI : Tiap kaplet mengandung : Dextromethorphan Hbr ………………. 15 mg Glyceril Guaiacolat ……………………. 100 ...