Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muhammadiyah adalah sebuah
organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini
diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang
menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan
ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan
adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan
masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar
agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai
sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada
perintah-perintah Al Quran, diantaranya dalam
QS. Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:
“Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah,
mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara
teorganisasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah berdirinya
Muhammadiyah?
2. Apa maksud dan tujuan dari Muhammadiyah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan
disusunnya makalah ini adalah agar para pembaca dapat mengetahui bagaimanakah
sejarah berdirinya Muhammadiyah dan apa saja tujuan Muhammadiyah itu dibentuk.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta pada 8 Dzulhijjah 1330 H/18
November 1912 oleh Muhammad Darwis yang kemudian dikenali sebagai K.H. Ahmad
Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib
dan sebagai pedagang. Melihat keadaan umat Islam pada waktu itu dalam keadaan
jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau
tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang
sebenarnya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Oleh kerana itu beliau memberikan
pengertian keagamaan di rumahnya di tengah kesibukannya sebagai Khatib dan
pedagang.
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan
merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji
Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan
ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai
Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu
diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang
bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi
dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang;
juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn
Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan
Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim
di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu
telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi
sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan
pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk
mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan
dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang
diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu
juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis
di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang
sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis
Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar
terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby Darban, ahli
sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan
oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad
Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian
menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan
setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk
mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana
tradisi kyai atau dunia pesantren.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk
mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban
(2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911.
Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai
Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara
informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan
pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang
didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan
”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan
di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat
di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan
papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan
ilmu-ilmu umum.
Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330
Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama
”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20
Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar
Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh
Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah”
yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18
November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan,
”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912.
Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya
(Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad
Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi
Yogyakarta, dan b. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”
Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah
dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah
merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada
periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912,
Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah
Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:
· Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia
Nederland,
· Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama
Islam kepada lid-lidnya.
Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut
mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang
dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang
sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang
murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk
mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang
maju dan menggembirakan.
Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330)
mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun
1959, yakni dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam”
dalam pasal 2 Bab II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika
didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah
tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-turut
tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan),
1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah dihilangkan dan
formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada tahun 1985 karena
paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985.
Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah
menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi
Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai
Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke
”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar
ke-44 tahun 2000 di Jakarta.
Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap,
pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan
paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi
tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter
yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai
Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang
khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan
membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi
aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran
Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang
aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.
Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya Muhammadiyah di
Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil temuan penelitiannya
sebagai berikut:”Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin membersihkan aqidah
Islam dari segala macam syirik, dalam bidang ibadah, membersihkan cara-cara
ibadah dari bid’ah, dalam bidang mumalah, membersihkan kepercayaan dari
khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam, ia merombak
taklid untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad.”.
“Sesungguhnya Allah
tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni
dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat
sejauh-jauhnya.”
(QS. An-Nisa, ayat 116)
Faktor utama yang mendorong berdirinya
Muhammadiyah adalah hasil pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam
menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Dalam surat Ali
Imran ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Memahami seruan
diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan,
organisasi atau perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad
pada pelaksanaan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di tengah
masyarakat.
Ø Visi dan Misi
Muhammadiyah
1. Visi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang
berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya
senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi
munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin
menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Hadist yang menerangkan:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : سُئِلَ النَّبِيُّ صلم أَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلىَ اللهِ قَالَ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ وَقَالَ اكْلَفُوْا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيْقُوْنَ. (رواه البخارى)
Artinya :” Dari Aisyah
r.a. berkata : Nabi pernah ditanya :”Manakah amal yang paling dicintai Allah?
Beliau bersabda :”Yang dilakukan secara terus menerus meskipun sedikit”. Beliau
bersabda lagi :”Dan lakukanlah amal-amal itu, sekadar kalian sanggup
melakukannya.” (HR. Bukhari)
2. Misi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam,
dakwah amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi :
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
2. Memahami agama dengan menggunakan
akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan
persoalan-persoalan kehidupan.
3. Menyebar luaskan ajaran Islam yang
bersumber pada Al-Qur’an sebagai kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul untuk
pedoman hidup umat manusia.
4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam
kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Ø Faktor Internal dan
Eksternal Lahirnya Muhammadiyah
a. Faktor obyektif yang bersifat Internal
· Kelemahan dan praktek ajaran Islam.
Kelemahan praktek ajaran agama Islam
dapat dijelaskan melalui dua bentuk,
1. Tradisionalisme
1. Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang
kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan
untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham
dan praktek agama seperti ini mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi
dengan perkembangan baru yang banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang,
kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk
sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran
tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.
2. Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya khasanah budaya
Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik,
percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli masyarakat-budaya setempat.
Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun
kadang-kadang menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan
tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa
misalnya, meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan
terhadap agama asli mereka yang animistis tidak berubah. Kepercayaan terhadap
roh-roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan
sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha dan animisme
hadir secara bersama-sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah
Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid.
· Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem pendidikan
Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam
pemahaman dan kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi pada
lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi
kendala untuk mempersiapkan kader-kader umat Islam yang dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada materi
pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir,
Hadist, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak mengajarkan
materi-materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika,
ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam
untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai
khalifah di muka bumi ini. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua
materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad
Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap
ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
b. Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal
· Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
· Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan
Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun
kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda
yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin
menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad
Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap
kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
· Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata
rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu
Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani,
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama
diperolah melalui tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam
majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH. Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan
yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi KH.
Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam tindakan
amal yang riil secara terlembaga.
Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al-Quran dan Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memeiliki karakter dinamis dan terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu.
Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al-Quran dan Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memeiliki karakter dinamis dan terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu.
B. Perkembangan Muhammadiyah di Indonesia
1. Muhammadiyah Pada Masa Penjajahan
Pada masa ini, perintisan yang dilakukan
K.H.A.Dahlan mengarah pada ajakan untuk melaksanakan islam secara benar sesuai
dengan tuntunan AL-Qur’an dan As-sunah shahihah, wujud rintisan K.H.A.Dahlan antara
lain :
1.
Pada tahun 1898, beliau meluruskan arah
kiblat secara benar dengan serong kearah barat laut 24,5 derajat.
2.
Bermula dari sekolah yang dirintis di
teras rumah K.H.A Dahlan dan akhirnya beliau membangun gedung standard school
med de Qur’an hingga akhirnya pendidikan Muhammadiyah terus berkembang.
3.
K.H.A Dahlan yang dibantu K.H.Suja’
merintis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada 15 Februari1923.
4.
Pada tahun 1922, didirikan mushala
khusus wanita.
Pada 23 Februari 1923, K.H.A Dahlan wafat. Namun perjuangan Muhammadiyah tetap dilanjutkan oleh murid-murid
beliau dan terus mengalami perkembangan seperti :
a. H. Karim Amrullah yang bergelar H. Rasul pemimpin perkumpulan Sandi Aman di
Padang bergabung dengan Muhammadiyah.
b. Dipercayakannya Consul-Consul di luar pulau Jawa kepada :
1. AR Sutan Mansyur consul untuk pulau Sumatera.
2. M.Hasan Tjorong consul untuk pulau Kalimantan.
3. D.Muntu consul untuk pulau Sulawesi.
4. Muhammadiyah Pada Masa Kemerdekaan
Rasa kecintaan Muhammadiyah terhadap tanah
air dibuktikan dengan di bentuknya perkumpulan Hisbul Wathan yang berarti
pembela tanah air. Beberapa aktivisnya yaitu bapak Sarbini dan Jend.Sudirman.
Setelah Indonesia merdeka, putera terbaik
Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusuma menjadi anggota BPUPKI untuk merumuskan
Pancasila.Pada 17 Agustus 1945, Muhammadiyah membidani lahirnya partai
Masyumi yang diresmikan pada 7 November 1945.
3. Muhammadiyah Pada Masa Orde Lama
Kemenangan Partai Masyumi pada 1955, membuat PKI dan antek-anteknya menaruh
dendam hingga menuduh Masyumi terlibat dalam pemberontakan PRRI di Sumatera.
PKI membujuk penguasa pada saat itu untuk membubarkan Masyumi yang tentu akan
mengancam eksistensi Muhammadiyah. Tetapi,keputusan tertingi tetap di tangan
presiden Soekarno.
Dampak dari permasalahan tersebut, banyak tokoh Masyumi yang notabene
aktivis Muhammadiyah dijebloskan ke
penjara yakni :
a. Buya HAMKA
b. Mr.Kasman Singidimejo
c. dr.Yusuf Wibisono
Pada 1959, dikeluarkan dekrit presiden yang memberi waktu pada Masyumi
untuk membubarkan diri. Lalu dalam rangka menyelamatkan Muhammadiyah dari
hasutan PKI terhadap presiden, diberikanlah predikat “Anggota Setia
Muhammadiyah” kepada Ir.Soekarno.
4. Muhammadiyah Pada Masa Orde Baru
Pada masa ini, Muhammadiyah menata kembali organisasinya dan turut membantu
pemerintah dalam menumpas PKI. Namun setelah cukup lama berkuasa, mulai terjadi
penyelewengan-penyelewengan. Semua organisasi Massa dan politik tidak ada yang
boleh menentang kata-kata pemerintah. Pada 1977, munculnya krisis moneter yang
menyerang bangsa Indonesia. Hal ini mendorong para aktivis untuk ikut bersama
gelombang masyarakat untuk melengserkan rezim orde baru. Akhirnya pada 22 Mei
1998, rezim orde baru tumbang, dan digantikan dengan Masa Reformasi yang satu
diantara penggeraknya ialah Prof. DR.H.Amien Rais.
5. Muhammadiyah Pada Masa Reformasi
Dalam sidang Tanwir di Semarang pada 1998, Muhammadiyah merelakan
Prof.DR.H. Amien Rais untuk melepaskan jabatannya sebaga Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah guna menjaga agar kondisi perpolitikan tidak menghambat gerak
juang Muhammadiyah.
Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah bulan Februari 2002 di Bali, Muhammadiyah
merumuskan khittah berbangsa dan bernegara yang isi nya mempertegas statement
Ujung Pandang dan Khittah Surabaya.
Muhammadiyah mengihimbau kadernya yang berpolitik riil agar memperhatikan :
1. Mengedepankan kejujuran
2. Menjadi Uswatun Khasanah
3. Melakukan Islah
C. Maksud dan Tujuan
Muhammadiyah
Rumusan
maksud dan tujuan Muhammadiyah sejak berdiri hingga sekarang ini telah
mengalami beberapa kali perubahan redaksional, perubahan susunan bahasa dan
istilah. Tetapi, dari segi isi, maksud dan tujuan Muhammadiyah tidak berubah
dari semula. Pada waktu pertama berdirinya Muhamadiyah memiliki maksud dan
tujuan sebagai berikut:
§ Rumusan pertama Menyebarkan pengajaran
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada penduduk bumi-putra, di
dalam residensi Yogyakarta. Dan Memajukan hal agama Islam kepada
anggota-anggotanya.
§ Rumusan kedua terjadi setelah
muhammadiyah meluas ke berbagai daerah di luar Yogyakarta. Memperhatikan jumlah
cabang yang ada di luar Yogyakarta maka maksud dan tujuan muhammadiyah harus
direvisi sesuaii dengan keadaan riil yang dialaminya. Adapun isinya adalah
memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia
Belanda, serta memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan Agama Islam
kepada sekutu-sekutunya.
§ Rumusan ketiga rumusan ketiga ini
terjadi ketika masa pendudukan Jepang di Indonesia. Pemerintahan fasis ini
mengharuskan terjadinya perubahan redaksional yang sesuai dengan yang
dikehendakinya. Maka rumusanya adalah sesuai dengan kepercayaan untuk
mendirikan kemakmuran bersamaseluruh Asia Timur Raya dibawah pimpinan Dai
Nippon, dan memang diperintahkan oleh Allah maka perkumpulan ini:
a. Hendaknya menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang selaras
dengan tuntunannya.
b. Hendak melakukan pekerjaan perbaikan umum.
c. Hendak memajukan pengetahuan dan keepandaian serta budi pekerti yang baik
kepada anggoya-anggotanya.
§ Rumusan keempat terjadi setelah
Muktamar Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta. Adapaun rumusanya adalah menegakkan
dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya.
§ Rumusan kelima ini diubah pada
Muktamar Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta. Perubahan ini hanya pada
redaksionalnya saja dari kata dapat mewujudkan menjadi terwujudnya. Sihingga
rumusan resminya adalah, Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
§ Rumusan keenam terjadi pada Muktamar
Muhammadiyah ke 41 di Surakarta. Pada tahun itu Muhammadiyah harus merubah
maksud dan tujuan azaznya, dikarenakan kehadiran Undang-undang nomor 8 tahun
1985 tentang kewajiban setiap ormas, baik agama maupun non agama untuk
mencantumkan asas pancasila. Adapun maksud dan tujuan hasil Muktamar ke 41 itu
adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridhai Allah SWT.
§ Rumusan ketujuh Muhammadiyah adalah
gerakan Islam, Dakwah Amar ma’ruf Nahi Munkar, berasaskan Islam yang bersumber
pada al Qur’an dan As-Sunn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar